
Yogyakarta, 14 Mei 2025 – Program Studi Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan kuliah tamu bertema “Gender and Climate Change” di Ruang Venture, Lantai 6, Gedung AGLC, Fakultas Pertanian UGM dan Zoom Meeting. Kegiatan ini menghadirkan narasumber terkemuka, Prof. Ann R. Tickamyer, Professor Emerita of Rural Sociology and Demography dari Pennsylvania State University, College of Agricultural Sciences, dan dimoderatori oleh Arini Wahyu Utami, S.P., M.Sc., Ph.D. dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, UGM. Kuliah tamu ini diikuti secara antusias oleh para dosen dan mahasiswa.
Dalam pemaparannya berjudul “Disaster, Climate Change, and Resilience through a Gender Lens: Indonesia, Australia, Alaska”, Prof. Tickamyer menyampaikan bahwa bencana dan perubahan iklim tidak netral gender, dan perempuan seringkali menghadapi dampak yang lebih berat karena ketimpangan struktural dalam akses sumber daya, informasi, dan pengambilan keputusan.
Menggunakan konsep “riskscapes”, Prof. Tickamyer menjelaskan bahwa lanskap risiko dan pemulihan sangat dipengaruhi oleh relasi sosial, terutama struktur gender dalam masyarakat. Materi ini dibangun dari studi kasus di Indonesia (Aceh, Bantul, Merapi), Australia, dan Alaska.
Salah satu temuan utama adalah bahwa keberadaan dan kontribusi perempuan secara aktif dalam proses pemulihan sangat berpengaruh terhadap kecepatan dan kualitas pemulihan pascabencana. Di Bantul, pemulihan berlangsung cepat berkat kuatnya jaringan sosial perempuan, organisasi lokal, dan budaya gotong royong. Perempuan tidak hanya menjadi penerima bantuan, tetapi juga pelaku utama dalam proses rekonstruksi komunitas.
Berbeda dengan Bantul, di Merapi ketidakterlibatan perempuan secara penuh dalam proses perencanaan dan pemulihan menciptakan ketimpangan dan proses pemulihan yang tidak merata. Hal sama terjadi di Aceh, pemulihan berjalan lambat karena perempuan mengalami marginalisasi, baik dalam akses bantuan maupun dalam pengambilan keputusan.
Perbandingan ini diperluas ke Australia dan Alaska, di mana masyarakat menunjukkan ketahanan yang lebih tinggi ketika perempuan terlibat dalam ruang publik, memiliki akses ke pendidikan dan informasi, serta menjadi bagian dari jejaring sosial dan kelembagaan. Di Australia, komunitas pertanian di wilayah Victoria dan New South Wales yang menghadapi kekeringan, kebakaran, dan banjir menunjukkan bahwa peran aktif perempuan dalam komunitas lokal dan sistem sosial memperkuat adaptasi dan pemulihan. Di Alaska, komunitas pesisir menghadapi dampak perubahan iklim seperti mencairnya permafrost dan naiknya permukaan laut. Kekuatan perempuan dalam mempertahankan praktik subsisten dan keterlibatan dalam proses adaptasi budaya menunjukkan bentuk ketahanan berbasis gender yang unik.
Topik yang diangkat dalam kuliah ini sejalan dengan beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 5 (Kesetaraan Gender), dengan menyoroti pentingnya peran perempuan dalam adaptasi dan pemulihan bencana; SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim), melalui pendekatan inklusif dan berbasis keadilan; serta SDG 2 (Tanpa Kelaparan), karena ketahanan pangan sangat bergantung pada sistem pertanian yang tangguh terhadap perubahan iklim dan melibatkan semua kelompok secara setara.
Melalui kuliah tamu ini, mahasiswa dan sivitas akademika diajak untuk memahami secara mendalam interseksi antara gender, bencana, dan perubahan iklim. Program Studi Ekonomi Pertanian (EPA) berharap kegiatan semacam ini dapat terus diadakan untuk memperluas wawasan kritis mahasiswa terhadap isu-isu global yang berdampak pada pembangunan pertanian.
Penulis: Aprilia Dwi Hastuti
Admin Situs Web Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, Fakultas Pertanian, UGM